Ilman Menghamili Ibu
Cerita ini diadaptasi dari salah satu cerpen, selamat menikmati!
Namaku Ilman. Usiaku saat ini 22 tahun dengan tinggi 172 cm dan berat 70 kg . Aku kuliah disalah satu kampus ternama di kota Semarang, masuk dengan pilihan pertama pada Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru jurusan Arsitektur. Mungkin aku salah satu orang yang beruntung karena tidak mesti bersusah-susah untuk ikut ujian seleksi sampai dua atau tiga kali. Sejak pertama menginjakkan kaki di kampus ini, entah sudah berapa banyak wanita yang pernah kupacari. Kata seorang teman, aku mirip dengan bintang film ternama ibukota. Kulit putih, rambut cepak yang selalu tersisir rapi dengan minyak rambut impor kiriman pamanku dari Paris.
Namun semenjak peristiwa dua tahun lalu menimpaku, rasanya segala kemampuanku hilang begitu saja. Tak ada lagi senyum yang selalu menghiasi bibirku. Vira. Ya, itu nama wanita yang pernah menjadi pacarku itu menari-nari dalam setiap desahan nafasku. Sosoknya yang anggun bak oase di padang gersang. Tapi kejadian malam itu membuat segalanya hancur berkeping-keping hingga tak menyisakan asa. Semuanya berawal ketika hujan tiba-tiba mengguyur kami yang sedang dalam perjalanan pulang. Karena hujan sangat deras akhirnya kami memutuskan untuk berhenti berteduh di sebuah tempat. Hingga lewat tengah malam hujan tak kunjung reda. Tempat yang kami singgahi ternyata tidak berpenghuni. Semacam gubuk yang hampir rubuh karena tidak terurus. Kami menginap di tempat itu. Berdua saja. Disana aku dan Vira pun menghabiskan waktu dengan penuh gairah muda kami.
Dua bulan kemudian kuketahui bahwa Vira mengandung janinku. Aku siap bertanggung jawab meski dalam kondisi apapun. Tapi keadaan semakin memburuk, ayah Vira memaksa menggugurkan kandungannya. Beliau rupanya tidak menyetujui hubungan kami. Hal ini membuat aku dan Vira shock, tak tahu mesti berbuat apa.
Karena Mbok Minah pulang karena anaknya sakit di kampung praktis hanya aku ibu yang ada dirumah sekarang. Pagi-pagi buta aku sudah bangun. Setelah mencuci muka segera menuju ke dapur untuk melakukan aktivitas rutin. Hal pertama yang kulakukan Adalah mencuci piring bekas perjamuan, karena semalam tak sempat lantaran kelelahan mengantar ibu-ibu kompleks pulang setelah arisan usai. Hampir setengah dua belas saat kutemukan Ibu terbaring di atas sofa ruang tamu menungguku pulang mengantar. Tak tega rasanya membangunkan ibu untuk menemaniku membereskan sisa-sisa perjamuan, segera kuangkat tubuh ibu menuju kamar. Peluh mengucur lewat pori-pori, tubuh ibu begitu berat. Terang saja, berat ibu sepadan dengan satu karung beras lima puluh kilogram, tinggi seratus enam puluh lima, jadi cukup menguras keringat untuk mengangkatnya ke lantai dua tempat kamarnya berada. Setelah merebahkan tubuhnya di atas springbed dan membungkusnya dengan selimut bulu domba warna putih, sekilas kuperhatikan wajah ibu yang tampak kelelahan.
Ibuku yang bernama Ani memang cantik. Di usianya yang ke 45 tahun kulitnya putih bersih seakan tak ada goresan, hidungnya mancung seperti artis Julia Roberts pemeran utama wanita di film Pretty Woman. Alis dicukur agak tipis, matanya bulat dengan tatapan sendunya yang aku sendiri bahkan tak kuat berlama-lama menatapnya. Rambutnya sebahu sedikit pirangkatanya buyut Ibu keturunan orang Belanda, sisa penjajahan dulu. Pinggulnya besar, bagus untuk melahirkan kata orang-orang tua. Dadanya masih padat berukuran 36B layaknya gadis umur dua puluh empat, namun sedikit berisipantas saja Ayah selalu berlama-lama dikamar berduaan dengan Ibu ketika sempat kembali dari tugas diluar kota.
Usai mencuci piring, giliran memanaskan air. Ibu senang mandi air hangat saat pagi, apalagi sehabis capek seperti ini. Dua ember cukup karena nanti akan dicampur dengan air dingin agar suhunya tidak terlalu panas, hangat kuku. Pernah suatu ketika aku lupa mencampurkan air dingin ke tempayan tempat Ibu mandi, badannya merah seperti kepiting rebus dan kulitnya sedikit mengelupas. Aku kasihan pada Ibu dan merasa bersalah, sejak saat itu aku selalu mencelupkan jari ke dalam tempayan untuk memastikan kalau airnya sudah dicampur. Pagi ini sarapannya sedikit berbeda dari menu kemarinnasi goreng, dengan sedikit variasi yang kupelajari dari buku resep milik Mbok Minah pembantuku. Sebenarnya Ibu lebih ahli dalam memasak, tapi tak tega rasanya membiarkan tangannya teriris pisau dapur apalagi sampai bau bawang menempel hingga membuat kepalanya pening. Rutinitas seperti ini baru kujalani tiga minggu terakhir .
Hari ini, Sabtu. Adalah waktu yang sering kami gunakan untuk berlibur bersama keluarga. Hampir sebulan ayah tak kembali dari Palangkaraya. Mesti menyelesaikan beberapa proyek lagi. Dengan senang hati kutemani Ibu berbelanja persedian bulan ini di sebuah swalayan dekat kantor dinas sosial. Setelah selesai, sebelum pulang kami menyempatkan untuk singgah sebentar di butik langganan Ibu. Di sebuah manekin terpajang gaun berwarna merah maroon dengan renda melingkar di bagian pinggangnya. Spontan kutawari Ibu untuk membeli yang itu saja.
Pasti Ibu tampak anggun dengan gaun itu bujukku pada Ibu.
Dengan sekali anggukan segera kupanggil Mbak penjaga butik untuk membungkus gaun pilihan kami. Kemudian menuju kasir untuk membayar.
Berapa mbak ?
Lima ratus dua puluh lima ribu rupiah
Lho, kok mahal skali mbak? tanyaku kaget.
Ini dari bahan sutera mas, makanya harganya mahal!! jelas kasir sedikit tegas.
Tidak apa-apa, Man. Silahkan dibungkus mbak Ibu menimpali sambil memberi uang.
Kami segera pulang kerumah. Lelah rasanya berbelanja hampir seharian, tapi karena bersama dengan Ibu semuanya tergantikan. Lima belas menit kami sudah sampai. filmbokepjepang.com Setelah kupastikan bahwa tak ada lagi barang yang ketinggalan didalam mobil, langsung masuk kerumah kemudian menuju lantai dua. Ke kamar Ibu. Sesampainya di kamar Ibu, kurebahkan badannya diatas springbed. Karena udara panas segera kusetel kipas angin, tombol nomor dua cukup dingin untuk kamar seukuran empat kali enam.
Setelah meletakkan belanjaan di dapur, Ibu menyusulku ke kamar. Segera mengeluarkan gaun dari plastik pembungkus untuk mencobanya. Tanpa sungkan Ibu menanggalkan baju dan celana bahan spandex yang tadi dipakai berbelanja. Aku terkesima. Ini kali pertama aku melihat tubuh elok Ibu. Mataku nyalang. Segera saja Ibu memasang gaun yang tadi kami beli dan memintaku untuk menarik resleting di punggung bagian atas. Sedikit kusentuh punggung Ibu. Mulus.
Lalu Ibu membalikkan badannya ke kiri dan kanan dan berputar.
Gimana, Man. Bagus nggak?
Perfect! tukasku.
Ayahmu pasti suka sambil tersenyum.
Jangankan ayah, aku saja begitu terkesima melihatnya. Ibu cantik sekali. Aku membayangkan Vira yang memakai gaun itu. Pasti ia akan terlihat seperti bidadari di hari pernikahan kami. Aku menerawang.
Man, kok melamun? Kamu jatuh hati melihat Ibu ya
Ah, Ibu bisa aja. Nggak ada apa-apa kok, Bu
Ibu duduk disebelahku lalu merebahkan tubuhnya. Aku ikut rebah di sampingnya. Ibu menyisir rambutku dengan jemarinya yang lentik. Tentram menguasai batinku. Beberapa lama kami menghabiskan waktu mengobrol tentang banyak hal, ayah yang telat pulang, kuliahku yang tak kunjung kelar, sikapku yang banyak berubah sepeninggal Vira dan obrolan kecil yang kadang membuat kami cekikikan. Sesekali terdiam dan saling tatap. Tertawa lagi dan diam. Aku sangat menikmati kondisi ini. Ibu memelukku. Panas menjalari tubuhku dan darahku berdesiran.
Bu, boleh aku mencium, Ibu?
Mmm ya bolehlah. Memangnya kamu mau mencium apanya Ibu? sambil mengerlingkan mata.
Kadang Ibu bersikap genit disaat-saat tertentu. Dan itu yang membuat kami serasa teman sebaya. Semenjak ayah sering keluar kota, Ibu kesepian. Saat berangkat kuliah, Ibu tinggal di rumah berdua dengan Mbok Minah. Tapi sekarang Mbok Minah pulang ke kampung, kami berdua saja menunggui rumah besar ini. Aku tak tega meninggalkan Ibu sendirian di rumah.
Aku mencium kening Ibu. Kedua pipinya. Ibu balas menciumku. Selanjutnya aku pun menindih ibu sambil berpelukan dengannya. Kucium bibirnya dengan lembut lalu turun ke leher sambil memegang kedua payudaranya. Kami pun saling menikmati percumbuan ini.
Tiba-tiba Ibu menghentikan cumbuannya sambil berkata Man kenapa kita jadi begini? Kamu nafsu ya sama Ibu?
Maaf bu, aku udah gak tahan lagi soalnya Ibu cantik banget mirip sama Vira ujarku.
Cantikan mana Ibu sama Vira? Tanya Ibu.
Lebih cantik Ibu, soalnya Ibu seksi, dadanya besar, udah gitu rambut Ibu agak pirang lagi kayak Noni Belanda kataku sambil membelai rambutnya.
Ibu kan emang punya keturunan Belanda dari Eyang Kakung kamu, makanya kulitmu putih turunan dari Ibu, tapi maaf ya rambut pirangnya cuma nurun sampai di Ibu soalnya rambutmu hitam sama kayak ayahmu ujar ibuku sambil tersenyum
Bu, boleh ya aku ngentot sama ibu, sekali ini aja, penisku udah keras banget nih kataku sambil menggesek-gesekan penisku ke vaginanya yg masih tertutup gaun yg dibeli tadi.
Hussh, kok ngomongnya jorok gitu sih? Kita kan Ibu dan Anak, masa harus berhubungan intim kayak suami istri? Kata ibuku menolak.
Terus yg kita lakuin tadi apa gak kayak suami istri Bu? Balasku pada Ibu sambil meneruskan gesekan penisku pada vaginanya
Ya kan tadi beda nak, tadi Ibu kira kamu cuma mau cium kening Ibu eh tahunya malah kebawa suasana hhsss ujar ibuku yg mulai terangsang dengan gesekan penisku.
Tuh kan Ibu udah mulai nafsu, aku lepas aja ya gaunnya, aku ngerti kok Ibu kesepian karena udah ditinggal ayah selama sebulan ujarku padanya.
Aku pun berusaha melepaskan gaun yang ibu kenakan secara hati-hati. Kubalikkan tubuhnya lalu kutarik resleting gaunnya kebawah dan melucuti gaun Ibu secara perlahan karena gaun tersebut baru saja kami beli dari butik dengan harga mahal. Akhirnya gaun tersebut berhasil lepas secara sempurna tanpa meninggalkan robekan apapun.
Sekarang ini Ibu terbaring tengkurap hanya menyisakan BH dan celana dalamnya. Aku pun langsung melepaskan baju, celana jeans, dan celana dalamku hingga telanjang bulat, penisku yang berukuran 22 cm dengan diameter 4 cm langsung mengacung tegak mencari mangsa. Lalu secara cepat aku langsung membalikkan tubuh Ibu ke posisi terlentang seperti semula.
Ketika Ibu sudah dalam posisi terlentang, ia pun membuka matanya secara perlahan. Melihat penisku yang panjang mengacung keras tentu saja matanya langsung membelalak karena kaget bukan main melihat ukuran penisku yang sedemikian besarnya.
Makan apa sih kamu Man? Kok penismu bisa gede banget udah gitu diameternya bikin ngeri lagi, Ayahmu aja gak segede kamu penisnya. Ujar Ibuku sambil menelan ludah karena bernafsu.
Kan aku punya keturunan Belanda dari Ibu makanya penisku jadi gede kayak gini. Ujarku sambil menciuminya.
Di dalam hatiku ada terbersit rasa bangga, rupanya penisku jauh lebih panjang dari milik Ayah. Oh Ibuku yang cantik, akan kubawa dirimu menggapai kepuasan sampai ke langit ketujuh, dan akan kusemprotkan spermaku ke dalam rahimmu sampai kau hamil Duhai Ibuku yang cantik. Kataku dalam hati.
Aku pun mulai berusaha melepaskan BH Ibuku yang sedari tadi seperti mau tumpah dari BHnya karena tidak muat. Setelah lepas aku langsung menciumi dada ibuku yang besar dan kuhisap putting yg mengacung keras tanda dia terangsang atas permainanku.
Ohhh Man, nikmat sayang terusshh jangan berhenti ahhss ujar ibuku yang terangsang karena hisapanku.
Setelah puas mempermainkan payudaranya. Aku pun turun sambil menciumi perutnya yang mulus dan sampailah di vagina Ibuku yang masih tertutup oleh celana dalamnya sudah becek karena cairan pelumasnya sudah keluar cukup banyak.
Akhinya kulepaskan celana dalam Ibu yang menutupi vaginanya. Kulihat vagina ibuku yang merah dan jembutnya yang tercukur rapi begitu merangsangku. Oh ini jadi rahasia keharmonisan mereka berdua, pantas saja Ayah begitu sayang pada Ibu sehingga dia sanggup berlama-lama berduaan dengan Ibu di kamar ketika pulang dari luar kota. Teringat dalam diriku pernah beberapa kali mendengar suara desahan mereka berdua dari dalam kamar. Aku pun hanya tersenyum mendengar desahan ala suami istri dari kamar orang tuaku itu. Kini aku tidak hanya bisa mendengar desahan Ibuku tapi sebentar lagi aku akan menggapai kepuasan dengan wanita yang melahirkanku 22 tahun yang lalu.
Kujilati vagina ibuku yang sudah begitu becek tersebut untuk meningkatkan rangsangan pada tubuhnya. Ibuku sedari tadi hanya mampu mendesah-desah menikmati permainanku yang begitu perlahan namun pasti, membuat kami terjatuh dalam kenikmatan incest ala Anak dan dan Ibu kandung.
10 menit sudah aku menjilati vagina Ibuku yang nikmat ini. Ingin rasanya kumasukkan penisku yang putih dan panjang ini ke dalam vaginanya, namun aku menunggu permintaan langsung dari Ibuku. Sampai akhirnya hal yang ditunggu-tunggu itupun tiba.
Ilman tolong masukkan penismu ke dalam vagina Ibu ya, Ibu udah gak tahan lagi sayang. Kata Ibuku sambil menarik rambutku untuk menjauhi vaginanya.
Lho, kan tadi Ibu bilang kita kan Ibu dan Anak gak boleh ngentot. Kataku sambil menggodanya.
Kamu ini! cepetan tusuk penismu ke punya Ibu sekarang! ujarnya sambil agak marah menahan nafsunya yang telah terbakar.
Aku pun tanpa banyak tanya langsung naik ke atas tubuh Ibuku, kembali kucium bibirnya dan wajahnya sembari mengarahkan penisku ke dalam vagina Ibuku dibantu oleh tangan Ibu yang juga membantu untuk memuluskan masuknya penisku ke dalam vaginanya.
Ohh besarnya penis anak Ibu, puaskan Ibu, buat Ibu melayang sayang. Kata Ibu merasakan masuknya penisku ke dalam vaginanya.
Ohh iya Bu, vagina Ibu juga nikmat dan sempit banget, minum jamu rapet ya makanya jadi gini. Kataku sambil terus berusaha memasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya.
Tahu aja kamu Man, kalo gak minum jamu rapet mana mungkin Ayahmu bakal setia sama Ibu, hihihihi. Kata Ibu sambil tertawa kecil.
Ihh Ibu, kenapa ngomongin Ayah sih, kan sekarang Ibu lagi sama aku jangan ngebahas Ayah dong, aku kan jadi cemburu sama Ibu. Kataku cemburu mendengar perkataannya.
Kamu juga tadi ngebahas Vira di depan Ibu, emangnya kamu pikir Ibu gak cemburu apa sama kamu? Ujarnya membalas perkataanku.
Iya aku janji gak bakal ngebahas Vira lagi di depan Ibu soalnya sekarang aku udah jatuh cinta sama Ibu Ahhhss! ujarku sambil meneruskan genjotanku pada Ibu.
Ibu juga jatuh cinta sama kamu Man, ayo puaskan Ibu sayang Ohhh katanya sambil menahan genjotanku yang semakin kencang.
Aku terus menggenjot tubuh Ibuku dengan bersemangat. Suara Plak, Plok, Plak, Plok begitu menggema dalam kamar ini. Untung saja Mbok Minah sedang pulang kampong dan Ayah sedang di luar kota sehingga kami aman melakukan hubungan terlarang yang sangat menggairahkan ini.
Kami sering berganti posisi, kadang aku yang di atas, kadang juga Ibu yang di atas, sesekali kami bercinta dalam posisi menyamping sambil menikmati wajah cantiknya, semua kami lakukan dengan penuh cinta dan nafsu.
Ibuku pun sudah 3 kali menikmati orgasmenya, sedangkan aku belum mendapatkannya kendati aku merasakan bahwa puncakku juga semakin dekat.
Setelah hampir satu jam berlalu, aku merasakan penisku mulai berkedut-kedut tanda akan keluar, dalam posisi semula (misionaris) yaitu aku di atas dan ibu di bawah, aku pun mulai meningkatkan intensitas sodokanku pada vagina Ibuku dan mulai menyodoknya lebih dalam dari biasanya. Saat sodokanku makin dalam, aku merasa ada sesuatu yang kenyal di ujung vaginanya. Aku segera sadar bahwa itu adalah rahim Ibu tempat aku dikandung dulu.
Ohh sayang kamu mau keluar ya, kok tambah ganas nyodoknya, udah gitu kamu nyodoknya sampai ke rahim Ibu lagi ohh ohh ohh. Ujarnya sambil mendesah-desah.
Iya aku udah mau keluar Bu, boleh ya aku keluarin di dalam. Kataku sambil terus menyodoknya.
Jangan nak, nanti Ibu hamil anakmu. Kata ibuku cemas.
Aku udah gak tahan lagi Bu, Ohh Ohh Ohh PLAK PLOK PLAK PLOK. Ujarku yang sudah tidak tahan lagi.
Akhirnya 5 menit kemudian, aku mulai mengejang. Kumasukkan penisku dalam-dalam sampai menyentuh mulut rahimnya dan kusemprotkan spermaku habis-habisan ke dalam tubuhnya mengingat aku sudah sebulan tidak mengeluarkan sperma.
AHH Ibu ini dia terima spermaku OHH OHH OHH CROT CROT CROT CRUUOOOTT CRUUOOOTT CROTT CROTT AHHH. Kataku sambil menyemprotkan spermaku ke rahimnya.
AHH Man, kenapa kamu keluar di dalam OHH OHH CREEETT CREEETT CREEETTT CREEETT AHH. Kata Ibuku yang juga menyambut orgasmenya.
Perlu diketahui aku menyemprotkan spermaku banyak sekali hasil tabunganku selama sebulan yang tidak dikeluarkan. Ada kurang lebih 15 kali semprotan ke dalam rahim Ibuku dan kuyakin ia pasti merasakan spermaku yang hangat masuk ke dalam rahimnya. Ibuku pun keluar sebanyak 7 kali, bisa dibayangkan betapa beceknya kemaluan kami.
Akhirnya setelah menngeluarkan cairan kami masing-masing aku pun ambruk di atas tubuh Ibuku. Kulihat wajahnya yang cantik memandangku sayu dengan air mata bercucuran membasahi pipinya. Aku pun mengelap air matanya dengan tanganku lalu kucium kening dan bibirnya.
Kenapa Ibu nangis, emangya tadi aku kasar ya mainnya. Tanyaku sembari membelai rambutnya yang sedikit pirang.
Ibu takut hamil Man, sekarang ini Ibu lagi masa subur, apalagi tadi kamu keluarnya banyak banget lagi, kalo nanti jadi gimana? katanya sambil terisak-isak
Udah Bu gak apa-apa, nanti kalo Ibu hamil aku bakal tanggung jawab kok, inikan anakku juga Bu.. Kataku berusaha menenangkannya walaupun aku tahu kalo Ibu hamil maka Ayah lah yang akan bertanggung jawab secara status dia masih sah sebagao suami Ibu.
Tapi kan kamu anak Ibu Man, masa anak ngehamilin Ibunya sendiri sih. Kata Ibuku disela tangisnya yang mulai mereda.
Ya mau gimana lagi Bu, mungkin ini memang udah jadi takdir kita. Ujarku sambil mencium keningnya.
Akhirnya Ibuku pun berhenti menangis dan mulai terlelap karena kelelahan. Sementara aku masih terjaga sambil menindih tubuh Ibu dan menikmati paras cantiknya yang sedang terlelap.
Setengah jam kemudian, aku yang masih terjaga dalam posisi menindih Ibuku mulai merasakan getaran nafsu kembali untuk menyetubuhinya. Di saat ia tertidur aku pun mulai menyodoknya pelan sambil mencium kening dan pipinya. Persetubuhan yang kedua ini kulakukan saat Ibu sedang terlelap. Aku berusaha untuk tidak membangunkannya yang sedang tidur kelelahan.
Namun karena sodokanku terlalu pelan, sulit bagi diriku mencapai orgasme yang kedua. Maka kupercepat sodokanku dan kumasukkan penisku lebih dalam hingga menyentuh mulut rahim Ibuku. Karena kencangnya sodokan penisku membuat cairan pelumas dari vagina Ibu kembali keluar dan perlahan-lahan Ibu pun terbangun dari tidur lelapnya.
Kok masih belum puas sih kamu Man, padahal tadi kan kamu udah keluar banyak di rahim Ibu. Kata Ibuku yang terbangun dengan mata sayu karena masih kelelahan.
Aku masih ingin lagi Bu, OHH OHH. Ujarku sambil mempercepat sodokanku.
Terserah kamu deh, Ibu mau tidur, kecapean soalnya disodok habis-habisan sama kamu tadi. Katanya sambil kembali memejamkan matanya.
Beberapa menit kemudian aku pun merasa akan keluar lagi, kupercepat sodokanku dan mulai menusukkan penisku dalam-dalam supaya mencapai rahim Ibuku. Di sela-sela sodokanku yang makin keras dan dalam ke dalam rahim Ibuku tiba-tiba ia memeluk tubuhku dan merapatkan pinggulku pada pinggulnya. Aku pun sadar bahwa Ibuku sebenarnya tidak tertidur dan hanya memejamkan mata sembari menikmati sodokanku.
Ohh Bu, aku mau keluarin spermaku di rahim Ibu biar jadi anak kita! OHH OHH CROT CROT CROT CROT. Kali ini hanya 7 kali semprotan tapi sangat terasa nikmat. Ibuku pun keluar sebanyak 4 kali tapi bedanya dia hanya berteriak kecil nyaris tak terdengar.
Akhirnya aku pun ambruk di atas tubuh Ibuku. Setelah puas menikmati orgasmed dan wajah cantiknya, kucabut penisku dari vaginanya dan benar saja, aliran spermaku ikut keluar dari dalam vaginanya membentuk aliran sungai kecil yang sedikit membasahi sprei. Kuambil tissue yang ada di tepi ranjang kubersihkan vagina Ibuku sekenanya lalu, kuambil bantal untuk mengganjal pinggulnya sehingga spermaku dan cairan vaginanya berhenti keluar. Untuk memastikannya aku sempat mengangkat pinggul ibuku ke atas untuk memastikan tidak ada lagi sperma yang keluar. Setelah melakukan hal tersebut aku pun langsung mengambil posisi tidur di samping Ibuku sembari memeluknya dengan erat.
Malam harinya aku terbangun, kulihat Ibu sudah tidak ada di sampingku. Kubereskan baju dan celanaku yang berserakan di lantai kamar, namun tidak kulihat gaun Ibu yang aku lepaskan tadi. Aku berpikir mungkin Ibu sudah membereskannya tadi. Kupakai celanaku lalu kuambil handuk dan mandi untuk membersihkan diri dari sisa-sisa percintaan dengan Ibuku.
Setelah mandi dan berganti baju aku pun langsung menuju meja makan. Kulihat Ibuku sudah menunggu dengan senyum manisnya. Dia pun menyuruhku duduk untuk menikmati makan malam bersama. Selama makan malam kami tidak banyak mengobrol tapi bisa kulihat tatapan mata ibuku yang penuh arti melihatku. Aku pun membalasnya dengan senyuman manis.
Setelah makan kami pun nonton TV bersama di ruang keluarga sambil mengobrol lebih banyak, kali ini kami tidak membahas seks hanya membahas tentang kelanjutanku kalau nanti lulus kuliah dan bagaimana dalam menghadapi dunia kerja nanti. Ibu banyak memberikanku nasihat dan aku pun hanya mendengarkan nasihatnya sambil menyender di bahunya yang mulus.
Malamnya Ibu pun mengajakku tidur bersama dengannya di kamarnya. Aku dengan senang hati menyanggupinya, namun saat tidur berdua di kamar Ibu kami hanya berbaring berpelukan mesra tanpa gituan karena tubuh kami sudah lelah akibat bercinta sore hari tadi.
Persetubuhan itu kami lakukan terus-menerus dengan rata-rata intensitas 4-5 kali seminggu, aku pun terus menikmatinya hingga dua bulan kemudian kabar mengejutkan pun datang.
Dua Bulan Kemudian. Suatu pagi Ibu menggedor pintu kamar dan memanggil namaku. Sontak aku terbangun dan membuka pintu kamar. Kudapati Ibu persis di depan pintu dengan daster biru toska. Matanya berbinar dan bibirnya bergetar seolah ingin mengatakan sesuatu.
Ada apa, Bu? tanyaku panik.
Man, Ibu hamil
Ibu memelukku. Erat sekali. Aku tak bisa berkata-kata lagi dan kupeluk tubuh Ibu dengan erat. Pikiranku menerawang jauh melewati kisi-kisi jendela kamar. Ibu akan punya anak. Aku senang berbaur bingung dan sedih. Banyak tanya yang hilir mudik di kepalaku. Kenapa Ibu bisa hamil? Bagaimana perasaan ayah saat ia tahu kalau Ibu sedang hamil?
Kamu kenapa, Man? Kok bingung seperti itu?
Anu..anu aku tergagap.
Jangan khawatir, Ibu takkan memberitahu ayahmu
Tapi, ayah harus tahu, Bu!
Nanti saja kalau ayahmu pulang, biar tak mengganggu kerjaannya
Perasaanku mulai tenang. Ibu benar, jangan sampai berita ini mengganggu konsentrasi ayah. Lagipula seminggu lagi ayah balik dari Palangkaraya. Semoga ayah tak menuduhku menghamili Ibu. Ayah selalu menasehatiku sesaat sebelum berangkat keluar kota kalau aku harus menjaga Ibu dengan baik dan tak berbuat hal yang memalukan keluarga. Ayah pernah berkelakar bahwa jangan sampai aku menghamili anak orang lagi, apalagi sampai menghamili Ibu. Kami bertiga pasti akan tertawa setelah ayah mengulang kelakar itu sehabis sarapan.
Namun kelakar Ayah kali ini membawa kenyataan, aku sekarang sudah menghamili Ibu. Buruk sekali memang perbuatanku, dulu aku menghamili Vira pacarku hingga dia menggugurkan kandungannya, sekarang justru Ibuku sendiri yang kuhamili. Aku pun hanya bisa berdoa semoga perbuatanku dan Ibu tidak diketahui Ayahku dan dia merasa bahwa anak di kandungan istrinya adalah benih darinya. Semoga.,,,,,,,,,,,,,,